
ReaksiNews.com || Sukabumi – Pupuk merupakan elemen penting dalam kegiatan pertanian. Oleh karena itu pemerintah telah membuat regulasi mengenai peredaran hingga mengenai harga pupuk yang ada di pasaran.
Melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan Harga eceran tertinggi (HET) untuk pupuk subsidi jenis Urea tetap Rp 2.250 per kg, sedangkan pupuk NPK tetap Rp 2.300 per kg, dan pupuk organik adalah Rp 800 per kg.
Sementara menurut informasi yang sampai ke meja redaksi bahwa di Sukabumi ada oknum distributor pupuk subsidi yang menjual harga pupuk subsidi dengan menjual harga selangit diatas HET sehingga warga petani menjerit.!
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun dan hasil investigasi di lapangan. Awak Media mencoba konfirmasi langsung kepada Cucu dan Koko pemilik toko ACC distributor pupuk subsidi yang beralamat di Kampung Ciloa Desa Ciwaru Kecamatan Ciemas Kabupaten Sukabumi tersebut, mereka berujar kalau Kita menjual harga sesuai HET yang ditetapkan oleh pemerintah, maka kita bisa bangkrut.” cetusnya.

Dengan Nanda menantang, Kemudian Mereka pun mempersilahkan kalau ada yang mau lapor ke pihak kepolisan atas perbuatannya yang menjual pupuk subsidi diatas HET tersebut.
Menyoroti hal diatas, Ajay aktivis pertanian meminta kepada distributor dan pengecer atau penyalur agar menjual pupuk bersubsidi sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditentukan pemerintah.
Jika ada pengecer menjual pupuk bersubsidi di atas HET (harga eceran tertinggi). Misalnya harga satu sak pupuk bersubsidi Rp 150rb kemudian dijual Rp 170 ribu. Ini tindakan pidana kriminal. Cabut izin usahanya dan bila perlu di penjarakan saja biar kapok,” tandasnya.
Dia mengatakan pelaku bisa dijerat UU Nomor 7/1955 tentang Pengusutan, Penuntutan, dan Peradilan Tindak Pidana Ekonomi jo Permendagri pasal 21 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi, dan jo Perpres Nomo 15/2011 tentang Penetapan Pupuk Bersubsidi sebagai Barang dalam Pengawasan, “Ancaman hukuman penjara paling lama dua tahun.
Sumber : Tim Paul