ReaksiNews.com || Sukabumi – Diduga Akibat Lemahnya pengawasan dan penegakkan Hukum dari pihak instansi terhadap para pengusaha Pabrik Sagu selama ini yang ada di Kota dan Kabupaten Sukabumi.
Sehingga Para oknum pengusaha pabrik Sagu tersebut merasa bebas dan terkesan kebal Hukum dengan cara membuang limbah industrinya langsung ke sungai tanpa melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL ) terlebih dahulu.
Seperti contoh pabrik Sagu milik :
1. Ibu Wiwi
Alamat : Jalan baru Kampung Salakaso Kelurahan Lembursitu Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi.
2. Bapak Haji Wawan
Alamat : Kampung Tegal Lega Kelurahan Lembursitu Kecamatan Lembursitu Kota Sukabumi.
3. Bapak Ende
4. Bapak Itong
5. Ibu Fatimah
Alamat Kampung Karang Gantung Desa Gunung Guruh Kecamatan Gunung Guruh Kabupaten Sukabumi.
7. Engkong
8. Bapak Ebot
9. Bapak Madil
Alamat. : Desa Kebon Manggu Kecamatan Gunung Guruh Kabupaten Sukabumi.
Padahal Daerah itu terkenal sebagai daerah penghasil sagu sejak lama bahkan menurut informasi dari warga setempat bahwa pengusaha sagu itu saat ini ada yang sudah 3 generasi alias turun temurun.
Namun sangat disayangkan di balik terkenalnya suatu Daerah itu terdapat dampaknya pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari limbah pengolahan sagu tersebut juga menjadi masalah serius yang harus segera ditangani.
Pasalnya hampir semua pengusaha pabrik pengolahan sagu yang beroperasi di daerah ini tidak mampu mengelola limbahnya dengan baik, hingga mereka membuang limbah tersebut dengan cara mengalirkan secara langsung ke aliran sungai, yang menyebabkan kedangkalan dan mengancam kepunahan pada habitat yang ada di sekitarnya
Meskipun limbah dari hasil pengolahan sagu tidak termasuk pada limbah berbahaya, tetapi karakteristik padatan dalam limbah sagu itu melebihi batas maksimum baku mutu limbah yang ditentukan pemerintah RI melalui Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Nomor : KEP-51/MENLH/10/1995. tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri.
Berdasarkan penelitian beberapa pihak, karakteristik padatan dalam limbah cair pabrik sagu saat ini memiliki kepadatan ter suspensi total (Total Suspended Solid/TSS) senilai 1.405gr/L. Kadar ini jauh melebihi kadar maksimum baku mutu limbah yang ditentukan pemerintah melalui Kepmen lingkungan hidup tersebut, yaitu senilai 0.1gr/L.
TSS yang cukup tinggi tersebut mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air, karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air. Kekeruhan air juga meningkat menyebabkan gangguan pertumbuhan organisme dan habitat lain yang ada dan hidup di dalam air.
Jadi setiap usaha dan/atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Gubernur/Walikota/Bupati atau Pejabat yang ditunjuk.
Jika perusahaan tersebut sengaja membuang limbah ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo. Pasal 104 UU PPLH sebagai berikut:
Pasal 60 UU PPLH:
Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.
Pasal 104 UU PPLH:
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan limbah dan/atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu.
Selain pidana karena pembuangan limbah, ada beberapa pidana lain yang bisa dikenakan kepada perusahaan tersebut:
1. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan sengaja melakukan perbuatan (misalnya membuang limbah) yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati maka diancam pidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling sedikit Rp.5 miliar dan paling banyak Rp. 15 miliar
2. Jika pencemaran lingkungan tersebut terjadi karena perusahaan lalai sehingga mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, yang mana hal tersebut mengakibatkan orang mati, maka dipidana dengan pidana penjara paling singkat paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3 miliar dan paling banyak Rp 9 miliar.
Tim ReaksiNews.com